Selasa, 01 Januari 2008

Orang Utan Menghadapi Kepunahaan


PENYELIDIKAN TERBARU
Para ahli ilmu pengetahuan telah memberi peringatan bahwa kalau pemburuan orang utan dan penghancuran hutan rimba tidak diperhentikan maka orang utan liar akan lenyap dari Sumatra dan Kalimantan dalam jangka waktu sepuluh tahun lagi, dan hanya terdapat dalam kebun-kebun binatang. Tanda bahaya diberikan dalam penyelidikan bersama antara Carel van Schaik dari Universitas Duke di Amerika Sarikat dengan Kathryn Monk dan Yarrow Robertson yang mengepalai sistim-ekologi Leuser di Sumatra Utara. Sejak 1998, jumlah penduduk orang utan di Sumatra berkurang satu juta setiap tahun, terutama karena kehilangan hutan rimba, tempat tinggalnya. Pemburuan makin pemperburuk keadaan itu dan World Wide Fund for Nature (WWF) berkata bahwa mungkin terdapat lebih banyak orang utan per kilometer persegi di Taipei dari pada di hutan liar.

Kebakaran yang dimulai oleh perusahaan kayu dan kelapa sawit sebagai cara yang murah membuka tanah luas merupakan ancaman paling jelas terhadap hutan rimba di Indonesia. Dalam waktu dua puluh tahun belakangan ini lebih dari 80 persen hutan tsb diperas dan proses itu telah dipercepat lagi, kata WWF. Menurut kelompok-kelompok penjaga lingkungan, pemerintah Indonesia yang mengaku kesadaran keadaan dahsyat itu tampaknya tidak berkemampuan melakukan apa-apa untuk mengatasi situasi itu karena dihadapi keterlibatan lokal dalam penghapusan hutan itu. Penebangan tak sah menghasilkan keuntungan yang besar dengan penanaman modal yang minimal dan telah menghancurkan taman asli dan wilayah yang dilindungi di beberapa tempat. Bahkan para ahli ilmu pengetahuan yang mempelajari sistim-ekologi telah menerima ancaman pribadi.

Jumlah penduduk orang utan telah berkurang dari kira-kira 12.000 pada tahun 1963 sampai 6.500 pada tahun 2000 di sistim-ekologi Leuser di Sumatra menurut penyelidikan AFP. Kira-kira sejuta orang utan telah hilang pada kedua tahun lalu masing-masing. “Kalau ini diteruskan, kehilangan di masa depan yang dekat diperkirakan akan mengancam kelangsungan hidup orang utan di Leuser” kata ahli ilmu pengetahuan. “Keadaan di Kalimantan tidak lebih baik,” katanya, mengenai satu-satunya tempat lain di mana orang utan terdapat liar. Sepertiga dari jumlah penduduk orang utan mati karena kebakaran hutan yang luas pada tahun 1997-98, dan penebangan hutan tak sah dan pemburuan terus mengurangi jumlahnya lagi. “Kalau pembanguan di sana tidak bisa diperhentikan dengan cepat, dalam jangka waktu sepuluh tahun di dunia ini tidak akan terdapat penduduk orang utan yang dapat hidup terus. “Kalau taksiran kami salah, kesalahannya berhubungan dengan jangka waktu saja, bukan dengan arahnya.”

Dua organisasi yang telah menyelidiki masalah ini – Environmental Investigation Agency dan Telepak – telah mendorong pemerintah Indonesia untuk mengambil tindakan dengan segera untuk memperhentikan penebangan hutan, khususnya di sistim-ekologi Leuser dan di Tanjung Puting di Kalimantan. “Masyarakat internasional, termasuk Amerika Serikat, Perserikatan Eropa, Jepang, dan IMF dan World Bank seharusnya mendukung tindakan begitu,” katanya. Ini akan menuntut keberanian dan ketetapan hati karena mereka yang mengadakan penebangan tak sah sangat berpengaruh keuangan dan politik.

Tidak ada komentar: